Powered by Blogger.

Saturday, August 14, 2021

Terpuruk itu Bukan Terburuk

 

TERPURUK ITU BUKAN TERBURUK

Oleh : P.Son 

 


Malam itu Amar kedatangan kawan senior di ruang kerjanya, warung internet (warnet), namanya Anto,. Say Hallo dan mereka ngobrol tentang keseriusan bisnis warnet saat itu yang naik daun di tahun itu (2002). Dari awal Amar sudah curiga mengapa Anto datang malam-malam begini, pasti ada hal yang penting. Kalau tidak kenapa datang, ini tidak biasanya ! Pikirnya. Benar saja, belum genap 30 menit ngobrol Anto sudah mulai utik-utik warnet, dia katakan kalau warnet ini juga ada perannya, ada partisipasinya saat itu. Makanya dia berpesan kalau warnet ini dijaga yang benar agak kepercayaan yang didapati Amar tidak luntur. Menurutnya,

“ Ada yang bilang kalau kamu sudah mulai tidak dipercaya atasan!” Katanya menghardik.  Kontan saja Amar langsung bertanya

 “Kata siapa Tok? Siapa yang bilang?” Tanya Amar.

“Ada deh, makanya kamu bisa tanya atasanmu saja “. Jawab Anto.

“Baik, besok saya datang ke bu Tini”. Tegas Amar.

Sepulang dari obrolan itu, Amar tidak bisa tidur memikirkan  keluhan dari atasan yang menurut Anto, Amar mulai dicurigai kurang amanah, mulai disangka korupsi itu gosip yang tengah berkembang. Wajar saja karena Warnetnya mulai ramai sampai malam hingga dini hari membuat berita buruk yang menyertainya. Warnet yang dulu sepi, pelanggannya hanya murid saja sekarang bisa ramai dan pelanggannya dari orang umum 24 jam lagi. Siapapun akan berprasangka buruk kalau tidak mengetahui cerita sesungguhnya.



Keesokan harinya Amar ceritakan oborolan tadi malam dengan istri tercinta, namun istrinya tidak emosi, hanya menyarankan agar hati-hati dan tidak buru-buru membela diri dengan membabi buta. Sesampainya di kantor Amar mengira jika saatnya sudah tepat untuk masuk ke ruang Bu Tini mengutarakan masalah yang dirasa mengganjal hatinya. Amar ceritakan kalau tadi malam didatangi seorang kawan senior orang dekat Bu Tini, orang kepercayaan ibu yang mengeluh kalau Amar mulai tidak jujur, mulai korupsi, mulai diprasangkai buruk dan berita ini sudah menyebar ke beberapa kawan lain yang seprofesi. Ibu Tini yang dilapori Amar seperti ini langsung membantah bila informasi itu tidak benar, tidak ada sama sekali pikiran buruk seperti itu, tidak ada omongan seperti itu pada Amar. Ibu Tini menyarankan agar tidak mempercayai berita tersebut dan tetap fokus pada tugasnya menjadi manager Warnet yang sudah dirintisnya sehingga mulai menghasilkan.

Amar yang dijelaskan bu Tini itu tidak percaya dan menangis di hadapan bu Tini karena merasa disalahkan, difitnah dan di”paido” pekerjaannya. Tidak disemangati, tidak dimotivasi, tidak diarahkan tapi malah digosip yang tidak benar pada berita bohong itu. Dalam hati kecil ini Amar ini mungkin ujian baginya untuk meraih yang lebih baik dari ini. Hatinya juga mulai berpikir untuk mengakhiri bisnis warnet karena dari tahun ke tahun juga mulai meredup.

Amar kembali beraktivitas seperti sediakala bertugas sebagai manajer warnet mengelola bisnis lengkap dengan resiko kerusakan komputer, komplain pelanggan, pembayaran internet ke ISP (Server Provider) yang tinggi, pembayaran gaji operator yang harus tepat waktu menjadi tugas harian dan bulanan Amar. Pengeluaran biaya operasional warnet saat itu cukup besar, untuk ISP saja bisa mencapai Rp.6 juta sebulan, untuk gaji mencapai Rp.4,5 jt untuk 3 orang, biaya jastel Rp.1-2 jt sebulan, untuk kerusakan dan lain-lain bisa kisaran Rp.2-3 jt sebulan. Masih ada selisih memang, walaupun tipis antara Rp.3-5 juta sebulan sebagai keuntungan tetapi sekali ada kerusakan dana yang disisihkan bisa ludes, sebab biaya kerusakan alat juga cukup tinggi seperti mouse, mainboard, VGA, LAN Card, Headshet dan lain-lain.

Suatu ketika Amar melaporkan kondisi kerusakan komputer pada pihak manajemen, dilaporkan bahwa komputer warnet sudah banyak yang rusak, jika diservis dari dana pemasukan kemungkinan tidak bisa membiayai gaji dan jasa internet, namun pihak manajemen tidak berkenan malah mengajukan rapat istimewa dengan menghadirkan Amar selaku pengelola dan beberapa manajer senior yang ada di dalamnya. Rapat membahas masalah penting terkait ketidaksiapkan warnet merecover peralatan internet yang semakin parah rusaknya. Hasil rapat menyimpulkan warnet akan di-lego (dipindah-alihkan) kepada orang yang siap mendanai kerusakan alat, dan amar menyatakan atau malah diminta secara halus mundur dari manager warnet.

Bagi Amar pindah alih dan ganti manajemen warnet tidak masalah, tetapi apakah itu menyelesaikan masalah, sedang masalah yang sesungguhnya ada pada pembiayaan alat yang kurang karena penghasilan menurun dan alat banyak yang rusak, secara manajerial tim masih solid, masih siap bekerja dan berusaha. Namun apa bisa dikata jika pihak manajemen memutuskan warnet ganti manajemen baru dan Amar dilengserkan tanpa solusi yang adil pada inti masalah sebenarnya. Inilah awal terpuruk Amar dimulai. Benar saja, warnet diganti manajemen orang lain semua alat komputer dimake over, diservis, direkondisi lagi benahi manajemennya. Semua pegawai/operator diganti oleh manajer baru itu, Pak Yoyok namanya bersama timnya mengambil alih warnet yang Amar rintis dari kecil menjadi warnet yang ramai.

Sejak saat itu Amar kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan tambahan. Gaji yang biasanya bisa digunakan mengangsur kredit rumah barunya sekarang nihil, tidak ada pemasukan dari warnet. Angsuran rumah lewat BMT sedianya 950.000 per bulan pun nyaris tidak bisa dibayar. Waktu itu Amar sedih luar biasa apa yang digadang-gadang, diharap-harap, dirintisnya sirna semua tanpa bekas tidak ada penghargaan sedikit pun terucap dari manajemen telah merintis warnet menjadi layak jual, tidak ada yang mensupport keterpurukan Amar agar bisa bangkit, tidak ada yang memberi semangat memberi nasehat untuk bisa menerima masalah besar ini. Sampai pada suatu saat Amar berdoa di tengah malam tepatnya pukul 03.00, meminta Allah agar melunasi hutang kredit rumah, meminta Allah agar semua bisa dihadapinya dengan lancar karena semua masalah pasti ada sebab ada akibat dan semua kesulitan pasti ada kemudahan.

Tidak butuh waktu yang lama Amar vakum pada pekerjaan warnet, Amar dapat info dari kawan ada lowongan operator warnet di daerah Balapan Solo. Amar langsung telisik informasi itu dan benar saja jika warnet Mas Rony (Pemilik) Zero Spot membutuhkan seorang operator yang punya pengalaman pada bidang warnet. Amar diterima kerja sebagai operator dan diminta langsung masuk kerja untuk shift malam. Warnet buka mulai pagi jam 08.00 – 05.00 WIB dibagi dua shift. Amar dapat jatah jaga warnet pukul 18.00 – 03.00 pagi WIB. Bersyukur pada Allah walaupun jauh dari rumah masih dikasih solusi bisa bekerja lagi di warnet sehingga bisa mengangsur kredit rumah yang kurang beberapa bulan lagi. Bersyukur juga jika masalahnya bisa cepat diatasi walaupun berat dilalui. Malam-malam bekerja di warnet orang, jauh dari rumah hingga dini hari, pukul 02.00 kadang pukul 03.00 baru pulang dari kerjaan membuat tubuh Amar kurus, capek, kelelahan dan sedih luar biasa. Kerja ikut orang berbeda dengan kerja di lingkungan sendiri, ditempat sendiri. Kerja jadi manajer sangat berbeda kerja jadi operator itulah yang Amar hadapi sekarang kerja ikut orang tentu waktu, durasi, disiplin, pemasukan warnet dihitung benar tidak ada kompromi kalau ada yang geser apalagi kurang setoran, harus tepat.

Hari demi hari Amar jalani pekerjaan sebagai operator warnet kadang suka kadang duka, suka karena bisa membayar cicilan kredit rumah dan bisa bertahan hidup, duka karena berat sekali pekerjaan ini, nyaris tiap sore-malam hingga dini hari tidak ketemu anak istri di rumah, ketemunya sudah tidur semua, sudah lelah semua di jam-jam 02.00 – 05.00 WIB. Tiap hari Amar menelusuri jalanan pulang bersama motor bebek Yamaha 75 dengan tangisan, dengan peluh air mata sedih dan berat sekali hidup ini, kerja hasil tak seberapa tapi dikerjakan karena terpaksa agar bisa bertahan. Tangisan Amar selalu saja menetes sendiri di dalam hatinya memikirkan kapan hidup ini bisa lebih baik, kapan bisa bekerja yang tidak menyita waktu yang berat seperti ini, itu pula yang diungkap dalam doa Amar di tiap malam-malamnya.

 “Allah, Engkaulah penggenggam rejeki seluruh makhluh di bumi, angkatlah hidup ku dari hidup dan bekerja seperti ini, hidup yang lebih baik, jangan biarkan waktu ku dan waktu anak istri ku terpisah dari pekerjaan ini. Jangan biarkan malam ku ada di tempat orang lain sedangkan orang lain pun tidak bisa membayar selayak yang ku minta”. Seperti itu doa dan pinta Amar pada Tuhannya.

“Ya Allah, nasib ku ini sedang berat sedang di bawah, abot (berat) ya Allah abot (berat). Entaskan saya dari keterpurukan ini jangan berlama-lama engkau beri ujian yang saya tidak sanggup aku hadapi.” Amar bermohon.

Di mata kawan-kawan Amar nampak biasa saja, pekerjaan sebagai pengajar di salah satu sekolah favorit tentu membuatnya lebih tenang. Karena bekerja di warnet sebenarnya adalah pekerjaan tambahan (sampingan). Walaupun pekerjaan sampingan, tetapi penghasilannya sangat diharapkan bagi kebutuhan keluarga, sedangkan pekerjaan pertamanya di sekolah penghasilannya sudah sangat minim terpotong-potong untuk angsuran bank, kredit motor, koperasi dan lain-lain. Kawan-kawan Amar yang tahu jika dia bekerja di Warnet pada sore hingga malam hari sudah diketahuinya, mereka pun sebagian ikut mendukung ada juga yang menyayangkan nasibnya. Namun Amar menyakini jika ini hanya loncatan sementara sebagai solusi dari Allah agar dia bisa bertahan untuk beberapa bulan ke depan.

Lebih dari 8 bulan Amar bekerja di Zeronet Balapan Solo, seperti biasanya menyiapkan meja komputer bersih, komputer server dan komputer billing berjalan lancar, menyapu lantai dan memberi pengharum ruangan secara rutin. Suatu malam, seorang kawan dari Jakarta mengabari Amar lewat Yahoo Messenger jika ada lowongan sebagai relawan Korban Gempa Tsunami di Aceh. Entah apa yang merasuki pikiran Amar saat itu, dia menyatakan setuju bergabung dengan lembaga Depdikbud dan UNICEF menjadi relawan pendataan sekolah korban gempa tsunami di Aceh waktu itu. Amar diminta melengkapi persyaratan, perijinan dari pihak warnet dan dari pihak sekolah. Amar mengundurkan diri dari pekerjaan warnet keesokan harinya dan meminta ijin ke sekolah pada hari berikutnya.

Sungguh perjuangan yang berat untuk mendapatkan ijin dari sekolah waktu itu, padahal Amar mendapatkan rekomendasi langsung di Direktor Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta waktu itu bernama Dikmenjur (Direktorat Menengah Kejuruan), Bapak Gatot HP. Pihak sekolah tidak meloloskan ijin karena alasan tugas sebagai pengajar terbengkalai dan itu bukan pekerjaan utamanya. Amar berdalih negara lain saja ikut membantu orang yang sedang kesulitan, kota yang sedang kena bencana alam dibantu, kita yang punya saudara sebangsa se tanah air tidak membantu, ironis debat Amar waktu itu. Negara lain memberi bantuan apa saja untuk Aceh agar bisa rekonsiliasi, agar bisa kembali hidup normal sedangkan kita ditawari menjadi relawan untuk membantu mereka tidak bersedia, padahal relawannya juga resmi, hasil kerjasama Depdikbud dengan UNICEF menamai programnya dengan “EMIS (Education Management Information System). Itulah dasar logika debat Amar saat ditanya pihak sekolah agar surat ijin bisa diterbitkan.

Kawan-kawan tentu bertanya mengapa begitu beraninya Amar mau berangkat ke Banda Aceh, jelas-jelas daerah itu masih belum aman, masih ada pemberontakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) mungkin juga ada gempa dan tsunami susulan. Amar menjawab, “ Daripada hidupnya hanya bisa meratapi nasib sendiri, sedangkan nasib kita sendiri masih belum bagus/ layak, saya mencoba bersedekah lewat tangan, tenaga, pikiran dan waktu saya untuk saudara saya yang kena dampak bencana alam”. Tegasnya.

Meratapi perkara mengeluh pada nasib yang dialami adalah sebuah kewajaran setiap manusia, tetapi ketika nasib kita, rejeki kita sulit bukan berati urusan kita dengan Tuhan kita selesai. Mungkin saja urusan kita dengan manusia belum selesai hingga akhirnya Amar tergerak untuk membantu di Aceh, mensedekahkan dirinya pada pembelaan di penanganan gempa tsunami Aceh. Alasannya hanya itu, yakni membantu warga Aceh keluar dari krisis utamanya pada sekolah rusak korban gempa. Nawaitunya berbuat baik pada anak bangsa, seperti NGO lain negara lain saja membantu bahu membahu mengentaskan warga Aceh.

Anak, istri, ibu mertua yang sudah renta Amar tinggalkan pergi ke Nanggro Aceh Darussalam (NAD), padahal waktu itu harta benda, gaji untuk biaya hidup sehari-hari saja mungkin sangat-sangat tipis. Amar hanya berpesan pada istrinya, “Biarlah saya relakan diri untuk diambil tenaga, pikiran dan keahliannya jika memang diperlukan di sana”. Sambutnya. “Tidak ingin dapat pamrih, pangkat, gaji, harta dari mereka, yang ku pikirkan bisa sama-sama bekerja membantu mengentaskan korban”. Pungkasnya.

Dari Solo naik pesawat ke Jakarta turun di Bandara Sukarno Hatta naik taksi ke kantor Depdikbud Jakarta. Di sana telah berkumpul sejumlah calon-calon relawan dari berbagai daerah. Amar diterima staff khusus Posko Gempa Tsunami Aceh dan langsung mengadakan rapat kecil untuk persiapan diklat operator EMIS selama 2 hari 2 malam. Amar menginap di kos-kosan staff Dikmenjur malam itu, keesokan harinya mengikuti diklat EMIS bersama tim relawan EMIS. Segala perlengkapan, bekal, biaya, surat jalan telah siap, tim relawan berangkat ke masing-masing daerah tujuan. Ada yang ke Banda Aceh, Aceh Besar, Takengon, Loksumawe, Langsa, Aceh Timur, Aceh Tengah, Bener Meriah dan lain-lain. Amar ditugaskan di Aceh Timur bersama 10 orang tim relawan di lokasi.

Sesampainya di Aceh Timur langsung menggelar rapat maraton untuk pendataan, bagi tugas, bagi pos dan koordinasi ke antar instansi dengan jaringan internet. Pembelian peralatan internet, pasang jaringan dan lain-lain dikerjakan secara bertahap.

Tanpa berasa lama sudah 1,5 tahun berlalu di Aceh Timur data selesai lebih cepat, tugas hampir selesai tinggal ada sesuatu yang mengganjal yakni adakah honor ? ternyata relawan di sana juga mendapatkan honor yang cukup besar. Gaji relawan seperti Amar sebagai konsultan saat itu sudah Rp.4,5 juta, sedangkan operator Rp.1,5 jt dan itu berlangsung 1,5 tahun, nampaknya inilah jawaban dari semua doa-doa Amar yang merintih tiap malam saat pulang dari warnet itu, mungkin jalan raya Tirtonadi – Nusukan- Joglo menjadi saksi atas tangisanku tiap pagi itu. Apa yang tidak dipikirkan oleh saat itu akhirnya terjawab yakni bisa melunasi hutang kredit rumah secara tunai. Pada akhirnya badai itu pun berlalu dengan membantu orang lain, membantu orang yang sedang kesulitan sedang terkena bencana kita juga dibantu oleh Allah.

Karena hidup harus terus berjalan tiada henti sepanjang nafas masih dikandung badan maka masalah selalu ada dan solusi pun selalu mengitarinya. Inilah hidup selalu hadapi masalah dan selesaikan masalah. Jika tidak ingin hidup, mati saja lebih baik. Maka ada pameo mengatakan mati lebih mulia dari pada hidup berkubang nista/sengsara. Mendapatkan amanah itu baik jika dijalankan dengan ikhlas, jika tidak ikhlas lebih baik lepaskan amanah itu. Karena amanah yang tidak dijalankan berat tanggung jawabnya.

Sepulang dari Aceh, Amar juga mendapatkan tugas ke Papua Barat untuk program yang sama, namun tugas yang pertama tidak disetujui atasan karena baru saja pulang dari Aceh. Dan tugas kedua datang lagi agar Amar membantu di Papua Barat, karena Amar sudah tercatat sebagai relawan nasional di Dikmenjur dan menyatakan siap membantu bila dibutuhkan Dikmenjur, saat itu Amar harus berangkat apapun resikonya. Dan tugas kedua dijalankannya selama 2 bulan saja, karena medan tugasnya sangatlah berat, membutuhkan biaya transportasi yang sangat mahal sedangkan biaya operasionalnya terbatas.

Berlanjut dari Papua ada lagi program keliling Jawa Tengah untuk EMIS-2 yakni pendataan presensi online yang diterapkan diseluruh SMK se Indonesia. Namun program berjalan hanya 6 bulan karena saat itu transisisi dari kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 sehingga program EMIS-2 kandas ditengah jalan.

Tidak lama bersalang waktu Amar dipercaya membuka program keahlian baru namanya Broadcasting (BC) dan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL), Amar ikuti dari awal mulai proposal ganti-ganti selalu 1-2 tahun terhenti dan dilanjutkan kembali hingga direalisasi. Jadilah dua program BC dan RPL menjadi jurusan baru Amar menjadi Ketua Program Keahlian BC, belum genap 1 tahun BC berjalan karena sesuatu hal yang diluar pengetahuan Amar, dia diganti secara sepihak oleh manajemen. Tanpa tahu sebab musababnya diganti begitu saja. Mungkin jika ditelusuri ada benang merahnya karena Amar menjadi Instruktur Nasional (IN) salah satu jurusan di Makasar beberapa minggu, Amar menjadi instruktur pada program keahlian ganda yang membuat jabatan Ketua Jurusan diganti sepihak.

Tugas-tugas terkait penggunaan alat, pengelola lab studio pun dicopot semua juga langsung diganti oleh orang lain yang dipercayanya. Akhirnya program website, CBT web, youtube Channel Viska TV Solo pun ikut terpuruk tidak ada contentnya, tidak ada yang mengisi konten, sampai berjalan 1-3 tahun terakhir. Di saat seperti ini yang harus dirasa adalah legowo saja, apa yang ditarik adalah bukan miliki kita, yang penting Amar tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan atau yang dicurigai. Dari awal pihak sekolah sudah bilang apa tidak ada serah terima jabatan atau alat saat tugas kapro ke kapro berikutnya. Amar bilang tidak ada, karena semua berjalan begitu cepat, alat juga kita dapatkan dan gunakan bersama-sama, dipakai bersama-sama data juga semua tahu semua paham. Serah terima secara seremonial mungkin tidak dilakukan tetapi serah terima kewenangan, data itu sudah dilakukan walaupun tidak resmi.

Namun seperti jawaban itu tidak memuaskan manajemen, pantas saja Amar langsung tidak dianggap, tidak didata sedikitpun dalam beberapa kesempatan penugasan. Amar tetap tenang, sabar berdoa dan ikhtiar. Dalam hatinya inilah lakon berikutnya, alur cerita lanjutan dari sekian banyak alur cerita yang sudah dilalui Amar. Dan ini kesempatan menengok kembali perjalanan hidup yang belum pudar di dalam sejarah masa lalu, mungkin ada hal yang terlewati, mungkin ada sesuatu hal yang terabaikan dalam perjalanan Amar.

Tepat sekali kasus keterpurukan ini berhikmah manis, adalah keluarga yang selama ini diabaikan Amar, tidak dianggap hadir oleh Amar sekarang mau tidak mau harus dianggap, harus diprioritaskan. Keluarga adalah sejarah awal dari karier seseorang, perhatiannya, atensinya, pengorbanannya adalah benang yang mengikat pada orang yang dicintai. Amar bisa kuliah dari Sarjana ke Pasca Sarjana, berprestasi hingga ke propinsi dan nasional bukan karena kemampuan dirinya, bukan pula prestasinya tetapi karena doa keluarganya.

Amar sekarang bisa merasakan betapa keluarga hadir pada saat-saat kritis kita membutuhkan. Betapa rumah tangga ikut berperan pada saat kita mengeluh dan layu karena masalah yang berat. Betapa kita tidak sadari kalau semua perjalanan hidup manusia berangkat dari keluarga, dari anak istri, ibu dan bapak. Tanpa keluarga hidup mungkin tidak bermakna. Sekarang Amar bisa hidup lebih lepas, lebih legowo, lebih ikhlas menghadapi berbagai badai derita, karena terpuruk dalam hidup bukan berakhir kiamat dalam berbuat, tetapi terpuruk adalah pelajaran berharga dalam menapaki kehidupan yang lebih baik, terpuruk bukan buruk tetapi obat sekaligus sapu untuk membersihkan sisa dendam dalam hati.

Sekarang kehidupan karier Amar siap menunggu tantangan jaman lagi, menunggui karomah dari Allah, keajaiban berkah dari Allah untuk dicurahkan pada keluarga Amar. Kadang Amar sering bercanda dengan istri Ya Allah, kasihlah saya masalah yang “agak berat” karena di “agak berat” nya masalah itu Engkau kasih lebih pada ku. Engkau kasih bonus yang luar biasa pada hidupku “. Gitu candanya.

Memang ada benarnya, beberapa kali masalah datang beberap kali pula solusi datang dan penyelesaiannya pun sangat luar biasa. Disadari atau tidak ibarat obat, masalah itu lengkap dengan penyelesaiannya.

Sumber : telah ditulis penulis dalam buku berjudul The Stories of Move On

 

 

(((((((((((((((((((())))))))))))))))))