JURNAL 15
COACHING CLINIC
Oleh Darsono-CGP
SMKN 6 Surakarta
Fact
Perjalanan Pendidikan Guru Penggerak saat
ini telah sampai pada minggu ke-15. Saat ini kami sedang mempelajari Modul 2.3
Coaching. Saya bersama rekan-rekan CGP melakukan eskplorasi konsep secara
mandiri, forum diskusi eksplorasi konsep, ruang kolabarsi latihan coaching dan
ruang kolabarosi praktek coaching. Dalam eksplorasi konsep mandiri, saya
membaca materi tentang konsep coaching, definisi coaching, mencermati video
sang kancil dan burung hantu, video tentang komunikasi asertif, menjadi
pendengar aktif, bertanya efektif dan memberi umpan balik positif, serta
coaching model TIRTA. Banyak pengalaman baru yang saya dapatkan di samping ada
beberapa yang telah saya lakukan secara rutin. Dalam forum diskusi eksplorasi
konsep, kami menjawab pertanyaan berdasarkan pengamatan terhadap video praktik
coaching model TIRTA, kemudian saling berbagi pengalaman, pendapat, saran dan
masukan. Tujuannya untuk saling menguatkan pemahaman CGP. Pada pembelajaran
ruang kolaborasi CGP didampingi oleh fasilitator dalam memperlajari kasusyang
ada di sekolah, yaitu kasus antara siswa, antara siswa dengan guru, dan antara
guru dengan kepala sekolah dan pengawas, kami bergiliran menjadi coach,
coachee, dan pengamat dalam mempraktikkan coaching model TIRTA secara virtual.
Selain kegiatan pembelajaran di LMS, minggu ini saya juga merancang kegiatan
aksi nyata untuk modul 2.3 berupa Pembelajaran Coaching dengan rekan guru dan
murid, yaitu melakukan coaching dengan menerapkan model TIRTA pada suatu
masalah siswa yang dihadapi.
Feelings
Pengalaman yang saya
dapatkan pada pembelajaran minggu ini sangat banyak dan akan sangat berguna
dalam melaksanakan tugas di sekolah. Misalnya komunikasi asertif, akan sangat
berguna dalam menjalin hubungan dengan rekan kerja, atasan, siswa maupun masyarakat.
Dalam komunikasi asertif, saya belajar bagaimana mendengarkan lawan bicara
sekaligus mengungkapkan pendapat dengan baik, santun, tanpa menyinggung lawan
bicara. Teknik bertanya efektif, memberikan saya pengalaman bagaimana
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengidentifikasi masalah yang
dihadapi, menggali potensi, menjabarkan rencana, dan menuntun tanggung
jawab. Menjadi pendengar aktif, sangat
penting untuk diterapkan dalam berkomunikasi untuk membuat lawan bicara merasa
nyaman, merasa diperhatikan, sekaligus kita dapat menyimak, memahami, dan
memberi respons atas hal yang diungkapkan. Respons yang diberikan akan berguna
bagi lawan bicara jika diberikan dalam bentuk umpan balik positif. Semua
keterampilan yang dipelajari, mendukung penguasaan pada coaching model TIRTA.
Coaching model TIRTA yang dilaksanakan dengan baik akan dapat membantu peserta
didik mengetahui potensinya, menentukan rencana solusi dan mengambil tangung
jawab. Hal ini penting dalam menjalankan peran sebagai guru yang menuntun murid
guna mencapai kemandirian dalam hidup.
Findings
Hubungan antara
keterampilan coaching dalam peran sebagai seorang pendidik yaitu mampu
mendorong tumbuh kembangnya peserta didik secara holistik, aktif dan produktif
serta perannya sebagai coach bagi rekan sejawat atau guru lain. Dalam modul 2
ini sangat berhubungan dari mulai pembelajaran berdeferensiasi kemudian
pembelajaran sosial emosional dan coaching. Ketiganya saling berhubungan dan
sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.
Coaching merupakan sebuah proses
kolabirasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistemati,
dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dan coachee (Grant, 1999)
Model TIRTA adalah tahapan coaching
yang biasa diterapkan baik dalam lingkungan kelas maupun sekolah. TIRTA
merupakan akronim sebagai berikut:
- Tujuan
Umum
- Identifikasi
Masalah
- Rencana
Aksi dan
- Tanggung
Jawab
Dari keempat langkah tersebut dapat
diperankan oleh pendidik sebagai coach dalam teknik coaching model TIRTA.
Sebagai seorang calon guru penggerak harus menguasai
keterampilan coaching akan membantu saya dalam proses kolaborasi baik dengan
rekan sejawat atau dengan murid. Disisi lain dengan menguasai keterampilan
coach dapat menambah wawasan memahami proses coaching, serta mempraktikkan
sebagai coach dan coachee.
Future
Setelah mempelajari
coaching model TIRTA, saya tertarik untuk mencoba menerapkannya dalam membantu
murid menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Coaching model
TIRTA sangat berbeda dengan praktik konseling maupun mentoring yang selama ini
diterapkan di sekolah. Dalam konseling, konselor berperan menggali masalah yang
telah dilalui oleh klien, sedangkan dalam mentoring, mentor memberikan
tips-tips mengatasi masalah berdasarkan pengalaman mentor. Sementara dalam
coaching model TIRTA, coach tidak memberikan solusi secara langsung, tetapi
menggali dari dalam diri coachee, potensi/kekuatan apa yang dapat dikembangkan
guna menjadi solusi. Di sinilah keterampilan komunikasi dan bertanya efektif
akan sangat berguna. Dalam meningkatkan kemampuan saya melakukan coaching, saya
akan belajar dari rekan guru senior, kepala sekolah, rekan CGP, maupun dari
media internet yang memberikan banyak contoh coaching. Saya akan mengasah
kemampuan coaching, baik dengan murid maupun dengan rekan guru yang memiliki
masalah. Harapannya, saya dapat membantu mereka mengidentifikasi masalah,
menemukan potensi diri, merancang rencana solusi, dan komitmen dalam menjalankan
rencana.
Rencana alternatif yang akan saya lakukan agar
perencanaan berjalan dengan lancar yang akan saya lakukan pertama adalah
menggunakan model TIRTA pada proses coaching. Peran guru sebagai pamong dapat
mendampingi murid, menuntun murid dalam mengeksplorasi dirinya dalam menemukan
kebutuhan belajar dan strategi dalam memecahkan masalah pada dirinya
sendiri.Dengan melakukan proses coaching dengan model TIRTA, murid akan lebih
percaya diri dan dapat menemukan kekuatan yang ada dalam dirinya sehingga peran
guru di sini hanya menggali kekuatan tersebut dan memberikan motivasi serta
dukungan kepada murid.
Demikian jurnal saya
minggu ini, semoga bermanfaat. Salam dan Bahagia