JURNAL
13 –PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL
OLEH
: DARSONO – CGP 04 SMK NEGERI 6 SURAKARTA
KOTA
SURAKARTA
Model 8: Model Driscoll
Model ini diadaptasi dari
refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Model yang
dikenal dengan Model “What?” ini pada dasarnya terdiri dari 3 bagian, namun
dapat dikembangkan dengan berbagai variasi bergantung pada
pertanyaan detail yang dipilih.
1)
WHAT?
(Deskripsi dari peristiwa yang terjadi)
-
Apa yang terjadi?
Proses
pembelajaran anak tidak tergantung pada aspek inteligensi atau kemampuan
kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti aspek
perkembangan emosi dan sosial. Aspek emosi dan sosial ini sangat berpengaruh
terhadap prilaku anak kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Pada anak
usia dini dan remaja aspek sosial emosi ini dapat dikembangkan melalui
pembelajaran sosial emosional. Dimana pembelajaran sosial emosional adalah
proses mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal anak dalam
berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Pembelajaran
sosial emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penanaman
pendidikan karakter kepada anak usia dini. Ada empat kompetensi kunci
pengembangan dalam aspek sosial emosional anak; self-awareness,
self-management, social awareness, responsible decision making, dan
relationship management. Keempat kompetensi ini penting dikembangkan sejak usia
dini untuk membangun dan menanamkan keterampilan sosial anak. Karena dengan
mengembangkan keempat aspek sosial emosional anak tersebut akan berimplikasi
pada tertanamnya sifat-sifat baik/ karakter-karakter unggul pada diri anak
dalam dunia sosial. Metode-metode seperti bermain, modeling, story telling,
drama dan lainnya tepat digunakan untuk mengembangkan keempat keterampilan
tersebut
-
Apa yang saya
lihat/dengar/alami?
Saya mengamati bahwa pembelajaran sosial emosional di sekolah perlu
dibumikan, perlu diterapakan sedini mungkin, sebab belajar dari pengalaman
bukanlah inteligensia yang harus ditonjolkan tetapi justru nilai-nilai
karakterlah yang mampu membuat orang berhasil. Keberhasilan seseorang ternyata
lebih ditentukan pada EQ (Emotional Quetion) mencapai 80% daripada IQ (Intelegencia Quetion) hingga
hanya 20%. Penelitian
menemukan bahwa individu yang dengan potensi kepemimpian kuat juga cenderung
lebih cerdas secara emosional. Riset ini menyarankan bahwa EQ adalah kualitas
penting yang perlu dimiliki pemimpin atau manajer. Menurut suatu analisis berdasarkan hasil program pembelajaran
emosional dan sosial, jawaban pertanyaan tadi adalah ya.
Penelitian menunjukkan, sekira 50 persen anak-anak yang
mengikuti program tersebut meraih pencapaian yang lebih baik, dan 40 persen
lainnya menunjukkan perbaikan nilai rata-rata. Program ini juga dihubungkan
dengan berkurangnya tingkat hukuman, peningkatan kehadiran siswa di sekolah dan
berkurangnya masalah displin.
Suatu penelitian yang dilakukan Carnegie Institute of Technology menunjukkan bahwa 85 persen
kesuksesan finansial seseorang adalah karena kemampuan humanis seperti
kepribadian dan kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi dan memimpin. Sementara
itu, pengetahuan teknis hanya mengambil porsi 15 persen.
-
Apa reaksi saya
pada saat itu?
Membaca data di atas saya melakukan reaksi menyadari pentingnya sosial
emosi bahwa belajar adalah interaksi penting menuju masa depan peserta didik.
Belajar di kelas dan di luar sekolah adalah pembentukan karakter, persiapan
diri untuk menyiapkan diri lebih baik baik di industri dan wirausaha.
Membaca data di atas satu kata yakni : “Change”
Perubahan, berubah dan merubah. Perubahan radikal konstuksional di masa belajar
mengajar menggunakan pendekatan sosial emosional dan berdiferensiasi pada
peserta didik sebagai drivernya adalah guru dan kurikulum, passengernya adalah
siswa dan orang tua.
Kolaborasi membentuk ekosistem belajar untuk bersama berubaha dilakukan
dengan diskusi, sarasehan dan obrolan positif.
-
Apa
yang orang lain lakukan pada saat peristiwa itu terjadi?
Seorang
anak dapat belajar dengan sebaikbaiknya apabila kebutuhan fisiknya dipenuhi dan
mereka merasa aman dan nyaman secara psikoligis. Para ahli perkembangan yang
menganut paham kematangan sebagai dasar pertumbuhan berpendapat bahwa
pertumbuhan, perkembangan, dan pembelajaran merupakan buah dari hukum
kematangan internal. Ini menunjukkan bahwa anak akan bisa belajar apabila cukup
waktu untuk berkembang. Namun behaviorist berpendapat berbeda, menurut mereka
pertumbuhan dan pembelajaran adalah hal eksternal bagi anak dan dikendalikan
oleh lingkungan. Dengan memengaruhi secara langsung, berbagai stimulus dan
respons yang berasal dari lingkungan, anak itu akan belajar. Dengan menata
lingkungan yang penuh dengan stimulus yang serasi dengan tiap perkembangan anak
maka anak dengan nyaman akan belajar tentang lingkungan sekitarnya. Lain halnya
dengan para ahli psikologi constructivist, mereka berpendapat bahwa baik faktor
biologis maupun faktor lingkungan sama-sama memengaruhi perkembangan anak
secara timbal balik (Seefeld & Wasik, 2008:33-34).
Kompetensi
sosial dan emosional adalah kemampuan untuk memahami, mengelola, dan
mengekspresikan aspek-aspek sosial dan emosional kehidupan seseorang, dengan
demikian seorang anak mampu meraih keberhasilan, melaksanakan tugas sehari-hari
seperti belajar, membentuk hubungan/ berinterkasi, memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari, dan beradaptasi dengan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan yang
kompleks. Ini mencakup kesadaran diri, kontrol impulsif, bekerja kooperatif,
dan peduli tentang diri sendiri dan orang lain. Mereka belajar untuk mengenali
dan mengelola emosi mereka; membangun hubungan yang sehat; menetapkan tujuan
yang positif; memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial; membuat keputusan yang
bertanggung jawab, dan memecahkan masalah. Mereka diajarkan untuk menggunakan
berbagai keterampilan kognitif dan interpersonal untuk mencapai secara etis
tujuan yang relevan dan perkembangan sosial. Selanjutnya, mendukung diciptakan
lingkungan untuk mendorong pengembangan dan penerapan keterampilan ini untuk
beberapa pengaturan dan situasi. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran sosial
emosional dapat meminimalisir prilaku-prilaku negatif dan menanamkan
perilaku-perilaku positif sehingga terbentuknya karakter unggul pada anak.
2)
SO
WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi)
-
Bagaimana
perasaan saya pada saat peristiwa itu terjadi?
Perasaan saya mendapati
pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional adalah saya langsung mencoba
menerapkan di kelas. Saya mendapati sesuatu hal dalam belajar mengajar yang
lebih mendukung bangunan karakter masa depan.
Goleman (dalam Elias, 1997) menjelaskan kecerdasan
emosional terdiri dari lima bidang, yaitu 1) self-awareness; mengenal perasaan
(kesadaran) karena berada dalam situasi kehidupan nyata; 2) managing emotions;
mengatur emosi dengan perasaan yang kuat sehingga tidak kewalahan dan terbawa
oleh emosi, 3) self-motivation; motivasi diri yang berorientasi pada tujuan dan
mampu menyalurkan emosi ke arah hasil yang diinginkan, 4) empathy and
perspective-taking; berempati dan mengenali emosi dan memahami sudut pandang orang
lain, 5) social skills, kemampuan menjaga hubungan di lingkungan sosial.
Kelima area intelejensi sosial
tersebut dijadikan sebagai kompetensi kunci yang dapat dikembangkan,
dipraktikkan dan dikuatkan dalam pembelajaran sosial emosional (Elias, 1997).
Karena dengan mengembangkan kelima kompetensi tersebut akan melahirkan berbagai
sifat-sifat positif dan keterampilan-keterampilan sosial lainnya.
Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan karakter-karakter unggul yang
dibutuhkan anak pada setiap sisi kehidupannya untuk bisa hidup aman dan nyaman
dengan orang lain.
-
Apakah
yang saya rasakan sama/berbeda dengan orang yang mengalami kejadian yang
sama?
Hal yang saya rasakan sangat
berbeda dengan kejadian yang sama. Belajar itu membangun impian bukan mengajar
materi semata, belajar itu membentuk karakter bukan membentuk tekanan, belajar
itu dibuat menyenangkan bukan penekanan.
-
Apakah
saya masih merasakan perasaan/dampak yang sama jika dibandingkan dengan
perasaan/dampak langsung setelah peristiwa?
Dampak
belajar menerapkan PSE (Pembelajaran sosial Emosional) sangat kuat bagi siswa,
hasil refleksi yang saya lakukan pada aksi nyata 7 Maret 2022 menunjukkan siswa
lebih releks, lebih nyaman, lebih asyik dan mampu bertahan untuk duduk
mengerjakan tugas. Komentar siswa lebih memperlihatkan belajar itu bermain
positif, bercerita dan berbagi ada di dalamnya.
-
Kecenderungan
apa yang saya amati dari diri saya ketika menghadapi peristiwa serupa?
Saya
memiliki kecenderungan bahwa penerapan pembelajarn sosial emosional dan
pembelajaran berdiferensiasi perlu dijadikan interaksi belajar setiap hari agar
belajar itu menyenangkan, belajar itu menggembirakan.
-
Mengapa
saya bisa memiliki kecenderungan tersebut?
Saya
memiliki kecenderungan untuk menjadi perubah keadaan, menjadi pembelajar bukan
semata mengajar tetapi melakukan perubahan (Change) pada siswa agar bersama
berubah melihat masa depan dengan fenomena belajar yang menyenangkan, belajar
dengan mendeteksi kesiapan, kebutuhan belajar dan profil diri siswa.
Belajar
dengan pendekatan sosial emosional mulai dari kesadaran diri, kesadaran sosial
dan pengelolaan diri, keterampilan relasi serta pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab.
Kecerdasan
bukan milik IQ semata, tetapi kecerdasan melihat perubahan, kecerdasan melihat
masa depan, kecerdasan melihat perubahan yang fenomena pada teknologi seperti
crypto currency, metaverse, NFT dan perubahan lain yang nampak di kita.
-
Setelah
mengalami peristiwa tersebut, apa hal yang berubah dari pendapat, pemikiran,
atau apapun yang Anda yakini sebelumnya?
Satu kata kunci Perubahan.
Pendapat saya mari kita berubah, mari kita ciptakan pola belajar mengajar yang
menggunakan pendekatan diferensiasi, belajar dengan sosial emosional, belajar
dengan senyum, sapa, salam sopan, santun. Belajar dengan ice breaking dan
teknik STOP.
Pemikiran saya mengemas belajar
mengajar dengan bernyanyi lagu “Mars SMKN 6 Surakarta, awali dengan motivasi
pagi, cerita-cerita pembuka yang menyenangkan, tanya jawab tentang ibu,
keluarga, sholat subuh, bantuan-bantuan yang perlu dilakukan. Menanyakan
tentang penerapan HASTALAKU (Delapan karakater lokal baik) meliputi : Gotong
Royong, Grapyak Semanak (ramah tamah), Guyub Rukun (kerukunan), Lembah Manah
(rendah hati), Ewuh pekewuh (saling menghormati), Pangerten (saling
menghargai), Andhap Asor (berbudi luhur), dan Tepa Slira (tenggang rasa).
3)
NOW
WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)
-
Apakah
kejadiannya akan berbeda jika pada saat itu saya mengambil langkah yang berbeda?
Menggunakan
Pembelajaran Sosial Emosioanl dikemas dalam Visi misi sekolah serta tujuan
sekolah dijadikan program sekolah akan berbeda hasilnya jika kita tidak
bertindak. Maka mari kita buat visi misi sekolah.
Hasil
Lokakarya 3 tempo hari pada tanggal 19 Maret 2022 mengajarkan kita membuat Visi
Misi Sekolah.
-
Di
mana saya bisa mendapatkan informasi tambahan agar bisa siap ketika
menghadapi
peristiwa serupa di masa depan?
Kita
membuat visi misi sekolah (hasil diskusi dengan kepala sekolah) di lokakarya 3
di hotel Royal Heritage Surakarta tgl 19 Maret 2022.
Diawali
dengan membuat pertanyaan berbasis rumus BAGJA (buat pertanyaan, dan gali
mimpi) disebarkan kepada seluruh siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua
siswa.
Hasil
Angket yang disebarkan dianalisis, dijadikan rekap diambil beberapa kata kunci
meliputi Masalah, harapan, dan mimpi siswa.
Hasil
analisis angket dibuatkan kata kunci untuk membuat Visi misi sekolah.
-
Dukungan
apa yang saya butuhkan agar bisa menindaklanjuti refleksi saya?
Saya berdiskusi
dengan kepala sekolah dan guru mengenai tindak lanjut atas visi misi dan
kegiatan sekolah untuk mencapai visi misi sekolah.
Kita
merencanakan membuat gerakan sekolah menyenangkan (GSM) berupa gerakan membuat
Mural di tembok sekolah yang menginspirasi, gerakan 5S (Senyum, sapa, salam,
sopan, santun) berupa Greeting, Grooming dan Gembira (3G).
Kita
merencanakan membuat pekan Wirausaha menujuk gerakan Siswa preneur. Siswa mandiri
di bidang entreprenuer. Kita mulai ibarat kita mengarungi gelombang, kita harus
di atas gelombang perubahan.
-
Bagian
mana yang sebaiknya saya kerjakan lebih dulu?
Bagian
yang akan saya kerjakan adalah : Menumbuhkan budaya belajar mengajar menyenangkan.
Budaya 3G, dan budaya Siswapreneur.
-
Setelah
Anda melakukan pembelajaran ini, apa hal baru yang ingin Anda bagikan kepada
rekan atau lingkungan Anda?
Yang akan saya bagi kepada rekan guru dan siswa
adalah :
1. Belajar
mengajar menggunakan pendekatan diferensiasi belajar (kesiapan, kebutuhan dan
profil siswa)
2. Belajar
mengajar menggunakan pendekatan sosial emosional ( 5 KSE)
3. Belajar
mengajar menggunakan budaya positif (Rutin, Protokol dan Terintegrasi).
4. Menyampaikan
pada guru visi misi baru sekolah yang berpihak pada siswa dan membuat kegiatan
yang membentuk karakter baik pada diri siswa.
Daftara Pustaka
https://edukasi.okezone.com/read/2015/03/31/65/1126832/mana-yang-lebih-penting-iq-atau-eq